BAB I
PENDAHULUUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaku bisnis menurut Islam, tidak
hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang
diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada
sikap ta`awun (menolong menolong) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis.
Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari
kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
Problematika dunia usaha termasuk
problematika yang diperhatikan oleh ajaran syariat Islam yang suci. Islam
memberikan konsep-konsep, menciptakan struktur hukum dan menetapkan berbagai
macam jenis usaha yang berbeda-beda sehingga bisa dijadikan naungan bagi
kalangan usahawan di sepanjang perputaran masa. Mereka tidak perlu lagi
terjebak ke dalam hal-hal yang diharamkan.
Setiap
manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebbutuhan hidupnya. Oleh
karenanya manusia akan selalu berusaha untuk memperoleh harta kekayaan itu.
Salah satunya adalah dengan bekerja, sedangkan dari salah satu dari ragam
bbekerja adalah berbisnis. Dalam berbisnis manusia pasti mmembutuhkan dan
menggunakan modal, baik sifat yang bersifat materi maupun immateri. Dengan
berbisnis manusia mengembangkan modalnya demi mendapatkan harta dan keuntungan
yang lebbih besar dan banyak.
Dalam
ilmu ekonomi modal diartikan sebagai alat yang berguna untuk produksi
selanjutnya. Alat ini berbagai bentuk, seperti mesin pabrik,, mesin kantor,
bangunan toko, bangunan yang disewakan, kendaraan dan lain sebbagainya yang
digunakan untuk menghasilkan lebih lanjut. Guna mencapai produksi yang lebih
besar orang senantiasa memikirkan bagaimana meningkatkan modal, yaitu dengan
cara melakukan bisnis atau menabung dengan tujuan kelak akan digunakan untuk
menambah kekuatan modalnya. Orang menabung atau membentuk cadangan dalam
perusahaan , dengan cara-cara yang normal (wajar), bukan dengan cara
berperilaku kikir, atau berhemat seccara berlebihan.
Dalam
zaman modern seperti sekarang ini, banyak dijumpai praktik-praktik bisnis tidak
sesuai dengan ajaran islam. Banyak manusia mengembangkan modddalnya dengan
menghalalkan segala cara, tanpa mematuhi ajaran islam, sehingga merugikan
banyak pihak dan hanya menguntungkan sekelompok individu. Praktik-praktik
pengembangan modal yang tidak sesuai dengan ajaran islam yang terjadi pada saat
ini antara lain seperti penggunaan uang pelican saat perizinan usaha, menyimpan
uang dalam rekening Koran yang berbunga, penayangan iklan yang tidak senonoh,
pembbuatan pub, diskotik, panti pijat, prostitusi, dan lain sebagainya yang
semuanya itu banyak mengandung unsure penipuan dan maksiat yang dilarang oleh
agama islam.
Dengan
melihat fenomena perkembangan modal seperti ini di atas jelas melanggar aturan
islam yang banyak terjadi saat ini. Islam memberikan solusi dengan konsepnya
tentang bagaimana mengembangkan modal yang benar dan tidak merugikan diri
sendiri dan orang lain. Salah satu caranya adalah dengan berbisnis, menurut
islam, modal atau harta harus di kembangkan dengan memperhatikan cara perolehan
dan penggunaannya atau dengan memperhatikan halal dan haramnya. Pada makalah
ini akan coba di interpretasikan bagaiman konsep pengembangn modal yang sesuai
dengan kode etik ajaran islam yang dirasa sangat relevan bagi umat manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Ø Arti Penting Modal Dalam Bisnis.
Ø Mengumpulkan Modal.
Ø Modal Dan Pengembangan Bisnis.
Ø Pilihan Investasai sesuai Syari’ah
1.3 Tujuan
Ø Untuk
mengetahui Arti Penting Modal Dalam Bisnis.
Ø Untuk
mengetahui Mengumpulkan Modal.
Ø Untuk
mengetahui Modal Dan Pengembangan Bisnis.
Ø Untuk
mengetahui Pilihan Investasai sesuai Syari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kode Etik
Kode
etik bukanlah hal terbaru di dalam masyarakat sekarang ini. Kode etik merupakan
aturan yang mengatur tingkah laku dalam suatu kelompok khusus, sudut pandangnya
hanya ditujukan pada hal prinsip dalam bentuk ketentuan tertulis. Kode etik
mengandung sanksi yang dikenakan pada pelanggarnya. Tujuannya untuk mencegah
terjadinya perilaku yang tidak sesuai dengan yang telah disepakati. Kode etik
berisikan ketentuan bahwa professional berkewajiban melapor, bila ketahuan ada
yang melanggar. Ketentuan ini merupakan akibat logis dari self regulation yang berwujud kode etik.
Dalam
perusahaan kode etik menyangkut kebijakan etis perusahaan berhubungan dengan
kesulitan yang bisa timbul seperti konflik kepentingan, berhubungan dengan
pesaing dan pemasok, menerima hadiah, sumbangan kepada partai politik.
Beberapa
manfaat kode etik perusahaan dapat dibagi sebagai berikut:
a) Kode
etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.
b) Kode
etik menciptakan kerangka moral untuk perilaku benar.
c) Kode
etik membantu menghilangkan grey area dibidang etika.
Implementasi
kode etik pada pengembangan sektor riil, maka konsep ekonomi dan perdagangan
yang dilandasi nilai-nilai dan etika islam, nampaknya lebih menjanjikan
dibandingkan konsep ekonomi kapitalis maupun sosialis.
2.2 Pengertian Modal
Secara
bahasa arab modal atau harta disebut al-amal
(mufrad-tunggal), atau al-amwal
(jama’-bermakna banyak). Secara harfiah, al-maal
(harta) adalah malaktahu min kulli syay
artinya segala sesuatu yang engkau punyai. Adapun dalam istilah syar’i harta di
artikan segala sesuatu yang dimanfaatkan dalam perkara yang legal menurut
syara’ (hokum islam), seperti bisnis, pinjaman, konsumsi dan hibah
(pemeberian). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa apapun bentuknya, baik
barang maupun jasa, yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan dunia merupakan
harta. Untuk jelasnya, uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan
rumah tangga, hasil perkebunan, hasil kelautan dan pakainan, termasuk dalam
kategori al-amwal, harta kekayaan.
Sikap
islam terhadap harta merupakan bagian dari sikapnya terhadap kehidupan dunia
yakni keseimbangan (tengah-tengah) diantara dua kutub ekstrem, yakni yang
sedemikian membenci, sebaliknya yang sedemikian mencinta. Yang membenci dunia
mengatakan bahwa kehidupan ini, termasuk alam adalah sesuatu yang buruk yang
wajib di bersihkan dan wajib dilenyapkan. Akibatnyakelompok ini akan mempunyai
etos untuk mendapatkan dunia ini seperi makanan, minuman, pakaian, perhiasan,
dan perhiasan dunia lainnya. Menurut Qardhawi, kelompok ini di wakili oleh
pandangan filsafat barahimah di India, Budha di China, Manawiah di Persia, Kaum
Suci di Yunani, dan system kependetaan pada agama nasrani.
Demikian
juga islam tidak memihak pada kelompok yang menjadikan dunia sebagai “sembahan”
atau sebagai “tuhan” sehingga mereka diperbudak oleh harta. Pandangan ini
adalah pandangan kaum materialistis dan kaum dahriyyah sepanjang masa dan di
setiap tempat. Dalam pandangan mereka tidak ada tempat untuk akhirat. Mereka
menyatakan : “ tidaklah dunia ini melahirkan rahim-rahim yang melahirkan dan
bumi yang menelan.”
Di
antara dua kutub ekstrim tersebut, islam mengambil sikap pertengahan, karena
harta atau dunia di pnadang sebagai tempat menanam persemian dan jalan akhirat.
Oleh karena itu, jalan itu harus menyenangkan dan indah sehingga dapat
mengantar pemiliknya ke tempat tujuan dengan selamat dan aman. Dalam kaitan
ini, di antara do’a yang di ajarkan rasulullah saw, antara lain :
Dari
ibnu Mas’ud, Rasulullahh saw besabda:” Ya Allah, aku mohon kepada-Mu petunjuk,
ketaqwaan, kesejahteraan, dan kekayaan.” (HR. Muslim). Selanjutnya di kisahkan
oleh seorang lelaki dating kepada Rasulullah saw, seraya berkata:” wahai
rasulullah apa yang harus aku katakana ketika aku meminta kepada Tuhanku?”
Rasulullah menjawab,” Ucapkanlah: “ Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku,
sejahterakanlah diriku, berikan rizki kepadaku. Semua itu sesungguhnya telah
berkumpul kepda-Mu, dunia-mu, dan akhirat-mu.” (HR. Muslim).
Apabila
ddemikian, apa yang dituntukan islam, melalui Rasulnya umat islam harus
menyadari bahwa pada dasarnya mengajarkan agar mereka tidak membenci,, dalam
arti menghindari dari bekerja untuk mencari harta kekayaan. Karena bagaimanapun
manusia hidup membutuhkannya ddemi kebahagiaan hidupnya di akhirat sebagai
lahan menuju kehidupan akhirat yang abadi. Namun, demikian sebbaliknya, umat islam
dilarang terlalu mencintai dunia karena harta kekayaan itu hanyalah sebuah
titipan (amanah) yang bersifat sementara. Mencintai terlalu berlebihan akan
membentuk perilaku yang menjjadikan harta kekayaan sebagai sesembah yang ajib
dipelihara dan di lindungi. Bahkan, dengan sikap seperti itu menjadikan
pemiliknya untuk berbuat apa saja demi melindungi harta yang dicintainya.
Modal
adalah salah satu factor produksi selain tanah, tenaga kerja dan organisasi
yang digunakan untuk membantu mengeluarkan asset lain. Distribusi berskala
besar dan kemajuan industry yang telah dicapai saat ini adalah akibat
penggunaan modal. Ini menunjukkan bahwa tenaga manusia saja (human resourse)
untuk menggerakkan industry tidaklah cukup, sehingga perlu di dukung oleh
factor-faktor produksi lain.
Modal
merupakan asset yang di gunakan untuk membantu distribusi asset yang
berikutnya. Menurut Prof. Thomas hak milik individu dan Negara selain tanah
yang digunakan dalam mengahasilkan asset berikutnya disebut modal. Dikatakan
bahwa modal bias dikatakn dapat memberikan kepuasan pribadi dan membantu untuk mengahsilkan
kekayaan lebih banyak, asalkan saja dikelola dengan benar dan tepat sasaran.
Justru karena itu menurut Mustaq Ahmad yang dikatakan bisnis yang menguntungkan
adalah apabila dilakukan dengan investasi modal yang sebaik-baiknya, bukan
sebaliknya, dilakukan dengan investasi yang jelek sehingga mendatangkan
kerugian.
Muhammad
H. behest mendefinisikan modal sebagai sekumpulan konsumsi yang diperoleh, yang
dapat dipergunakan untuk memperoleh nilai yang sama yang lebih banyak lagi.
Dalam kaitannya dengan factor produksi, Behesti menyatakan bahwa peran modal
dalam meningkatkan hasil produksi yakni yang ditandai dengan pemunculan
nilai-nilai tambahan baru. Nilai-nilai baru disini sudah barang tentu tidak
semata dalam arti kuantitatif materialistis, namun yang paling penting adalah
dalam arti kualitatif ini yang dimaksud adalah untuk memperoleh hasil yang
barakah dan ridha Allah.
Pentingnya
modal dalam kehidupan manusia ditunjukan dalam al-Qur’an Surat Ali ‘Imran ayat
14 yaitu :
z`Îiã Ĩ$¨Z=Ï9 =ãm ÏNºuqyg¤±9$# ÆÏB Ïä!$|¡ÏiY9$# tûüÏZt6ø9$#ur ÎÏÜ»oYs)ø9$#ur ÍotsÜZs)ßJø9$# ÆÏB É=yd©%!$# ÏpÒÏÿø9$#ur È@øyø9$#ur ÏptB§q|¡ßJø9$# ÉO»yè÷RF{$#ur Ï^öysø9$#ur 3 Ï9ºs ßì»tFtB Ío4quysø9$# $u÷R9$# ( ª!$#ur ¼çnyYÏã ÚÆó¡ãm É>$t«yJø9$# ÇÊÍÈ
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Kata
“mata’un” berarti modal karena
disebut emas dan perak, kuda yang bagus dan ternak (termasuk modal yang lain).
Kata “ zuyyina” menunjukan
kepentingan modal dalam kehidupan manusia. Rasulullah SAW menekankan pentingnya
modal dalam sabdanya:
“tidak boleh iri kecuali pada dua
perkara yaitu: orang yang hartanya digunakan jalan kebenaran dan orang yang
ilmu pengetahuanya diamalkan kepada orang lain.” (HR. Ibnu Asakir)
Bahkan lebih jauh, betapa pentingnya
nilai dalam pengembangan bisnis kedepan, Sayyidina Umar r.a selalu menyuruh
umat Islam untuk lebih banyak mencari asset atau modal[1].
Ini menunjukan memperkuat modal tidak hanya menjadi prioritas dalam ekonomi
modern seperti sekarang ini, tetapi dalam kenyataanya telah terfikirkan sejak
15 abad yang lalu pada awal kedatangan Islam. Memang perlu diakui tanpa
ketersediaan modal yang mencukupi hampir mustahil rasanya bisnis yang ditekuni bisa
berkembang sesuai dengan yang ditargetkan. Hanya saja system ekonomi Islam
mempunyai cara tersendiri dibandingkan dengan system kapitalis yang selalu
berupaya memperkuat modal dengan memperbesar produksi. Untuk mencapai target
yang diinginkan system ini bisa saja menghalalkan segala macam cara tanpa
memikirkan apakah yang ditempuh menguntungkan
atau merugikan pihak lain.[2]
Penerapan
system bunga misalnya merupakan salah satu contoh system kapitalis untuk terus
mengembangkan modal yang dimiliki. Tanpa peduli apakah pihak yang meminjam
mengalami kerugian atau tidak, hal itu bukan urusan pemilik modal, karena yang
penting adalah siapa pun yang menggunakan jasa harus mengembalikan sesuai
jumlah kelebihan (bunga) yang telah ditetapkan, ditambah dengan jumlah pinjaman pokoknya.
Memang
perlu diakui, bahwa system dalam ekonomi Islam modal itu harus terus
berkembang, dalam arti tidak boleh stagnan, apalagi sampai terjadi idle
(menganggur). Artinya, hendaknya modal harus berputar. Islam dengan system
sendiri, didalam upaya memanfaatkan dan mengembangkan modal, menekankan tetap
memikirkan kepentingan orang lain. Oleh karena itu, dalam kaitanya dalam
penggunaan jasa keuangan misalnya, islam menempuh cara bagi hasil dengan untuk
dibagi dan rugi ditanggung bersama. Dengan sisitem semacam ini modal dan bisnis
akan terus terselamatkan, tanpa merugikan pihak manapun.
Modal sebagai salah satu faktor
produksi dapat diartikan sebagai semua bentuk kekayaan yang dapat dipakai
langsung atau tidak langsung dalam proses produksi untuk menambah out put-nya.
Dalam pengertian lain, modal didefinisikan sebagai semua bentuk kekayaan yang
memberikan penghasilan kepada pemiliknya atau suatu kekayaan yang dapat
menghasilkan suatu hasil yang akan digunakan untuk menghasilkan kekayaan lain.
Dari definisi di atas diketahui bahwa pada prinsipnya modal segala sesuatu yang
memiliki peranan penting untuk menghasilkan suatu barang produksi dalam suatu
proses produksi.[3]
2.3 Pengumpulan Modal
Modal merupakan hasil kerja apabila
pendapatan melebihi pengeluaran. Untuk meningkatkan jumlah modal dalam sebuah
Negara sebaiknya masyarakat terus berusaha meningkatkan pendapatan, hemat dan
cermat dalam membelanjakan pendapatan, menghindari pengeluaran yang berlebihan,
dan adanya rasa aman bagi masyarakat dalam mendapatkan asset dengan mudah[4].
Islam menyarankan dalam berbagai cara yang mungkin dapat meningkatkan jumlah
simpanan dalam masyarakat yaitu:
1.
Peningkatan
Pendapatan
ü Wajib
a) Pembayaran
Zakat
Zakat
merupakan pengeluaran yang wajib atas ternak, tanaman, barang dagangan, emas,
perak dan uang tunai. Zakat bukanlah pajak, ia dikenakan kepada asset yang
dimiliki sepanjang tahun. Apakah pemiliknya menggunakan asset tersebut atau
tidak, dia wajib membayar zakat setiap tahun. Hendaknya para pemilik modal
mengeluarkan lebih banyak harta untuk zakat, atau sebaliknya modal tersebut
akan habis setiap tahun akibat pembayaran zakat. Setiap peningkatan dalam
penanaman modal, pendapatan dan juga keuntungan juga meningkat.
b) Larangan
Mengenakan Bunga
Bunga
dilarang dalam Islam dan masyarakat tidak dibenarkan menghasilkan uang dari
pinjaman modal dengan bunga. Oleh kaena itu, sebaiknya orang menanamkan modal
dalam hal-hal yang produktif yang dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan.
ü Pilihan
c) Penggunaan
Harta Anak yatim
Untuk
meningkatkan pertumbuhan modal dalam masyarakat, pengasuh anak yatim hendaknya
tidak menyimpan harta anak yatim, tetapi memanfaatkan untuk perdagangan atau
perusahaan yang lebih menguntungkan. Mereka diminta menggunakan untuk kebaikan
serta tidak memboroskannya, Hal tersebut disinggung dalam Al-Qur’an An-Nisa’
ayat 5:
wur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# @yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B ÇÎÈ
“
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.”
(#qè=tGö/$#ur 4yJ»tGuø9$# #Ó¨Lym #sÎ) (#qäón=t/ yy%s3ÏiZ9$# ÷bÎ*sù Läêó¡nS#uä öNåk÷]ÏiB #Yô©â (#þqãèsù÷$$sù öNÍkös9Î) öNçlm;ºuqøBr& ( wur !$ydqè=ä.ù's? $]ù#uó Î) #·#yÎ/ur br& (#rçy9õ3t 4 `tBur tb%x. $|ÏYxî ô#Ïÿ÷ètGó¡uù=sù ( `tBur tb%x. #ZÉ)sù ö@ä.ù'uù=sù Å$rá÷èyJø9$$Î/ 4 #sÎ*sù öNçF÷èsùy öNÍkös9Î) öNçlm;ºuqøBr& (#rßÍkôr'sù öNÍkön=tæ 4 4xÿx.ur «!$$Î/ $Y7Å¡ym ÇÏÈ
“Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya)
sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka
hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa
yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian
apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan
saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu).”
d) Penanaman
Modal Secara Tunai
Pertumbuhan
modal dianggap sangat penting dan setiap muslim diharapkan menanamkan modal
secara tunai dalam perniagaan. Seperti sabda Rasulullah SAW: “ Allah merestui
hasil penjulan tanah dan rumah yang tidak ditanamkan lagi dalam perniagaan”.
e) Meninggalkan
Harta Waris
Untuk
membantu pertubuhan modal dalam masyarakat, Islam mendorong umatnya agar
meninggalkan ahli waris dalam keadaan berharta dan berkecukupan serta tidak
menyerahkan amal mereka untuk kebajikan.
2.
Menghindari
Sikap Berlebih-lebihan
Pertumbuhan
pendapatan tidak meningkatkan tabungan jika pada waktu yang sama pengeluaran
bertambah melebihi pendapatan. Oleh karena itu, perlu dikurangi pengeluaran
yang tidak perlu, seperti gaya hidup mewah dan dijaga agar tidak hidup
berlebih-lebihan dalam masyarakat. Sebagaimana firma-Nya dalam Al-A’raf ayat 31
yaitu:
ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ
“Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.”
3.
Pembekuan
Modal
Apabila
asset tidak digunakan (idle) untuk lebih banyak menghasilkan kekayaan, maka
akan menyebabakan berkurangnya jumlah modal kerja yang digunakan untuk usaha
dalam perdagangan, pertanian dan industry. Hal ini akan memperlambat
pembangunan ekonomi, yang pada akhirnya akan menjadikan sebuah Negara miskin.
Karena itu Islam melarang dalam membekukan modal karena akan menutup atau
mengurangi modal yang akan digunakan untuk industry dan perdagangan.
Harta
itu adalah titipan Allah yang harus kita gunakan untuk kemaslahatan masyarakat
banyak. Karena itu harta perlu dijadikan sebagai modal produktif bukan
konsumtif, apalagi berfoya-foya, demonstration
effect (pamer kekayaan) yang akan menimbulkan kecemburuan social. Dalam
kaitanya ini bisa disimak dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah 34:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) #ZÏW2 ÆÏiB Í$t6ômF{$# Èb$t7÷d9$#ur tbqè=ä.ù'us9 tAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ crÝÁtur `tã È@Î6y «!$# 3 úïÏ%©!$#ur crãÉ\õ3t |=yd©%!$# spÒÏÿø9$#ur wur $pktXqà)ÏÿZã Îû È@Î6y «!$# Nèd÷Åe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OÏ9r& ÇÌÍÈ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar
dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta
orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih.”
Dengan
begitu jangan dibiarkan modal diam, tapi haruslah harta itu dibuat menghasilkan
(produktif). Banyak pemilik uang yang
hanya mau menyimpan saja, mereka tidak mau membuka usaha, mungkin karena alasan
takut rugi, tidak berbakat, malas, gengsi, dan sebagainya. Padahal pekerjaan
pedagang adalah paling mulia dalam Islam dan paling banyak memberikan kesempatan membantu orang lain.
4.
Keselamatan
dan Keamanan
Pada
hakikatnya produksi dan khususnya pengumpulan modal, sangat dipengaruhi oleh
keamanan dan keselamatan. Apabila ada jaminan keselamatan dan keamanan dalam
suatu Negara, rakyat akan lebih giat dalam bekerja dan mengumpulkan harta
kekayaan. Al-Qur’an memerintahkan umat Islam untuk menjaga keamanan dan
kstabilan negaranya, agar rakyat dapat hidup bahagia dan sejahtera. Sebagai
firman-Nya dalam Al-Baqarah ayat 193 yaitu:
ö@è% $oYtRq_!$ysè?r& Îû «!$# uqèdur $uZ/u öNà6/uur !$oYs9ur $oYè=»yJôãr& öNä3s9ur öNä3è=»yJôãr& ß`øtwUur ¼çms9 tbqÝÁÎ=øèC ÇÊÌÒÈ
“Katakanlah:
"Apakah kamu memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, Padahal Dia adalah
Tuhan Kami dan Tuhan kamu; bagi Kami amalan Kami, dan bagi kamu amalan kamu dan
hanya kepada-Nya Kami mengikhlaskan hati.”
2.4 Modal dan Pengembangan Bisnis
Islam mewajibkan setiap muslim,
khususnya yang memilki tanggungan, untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu
pokok yang memungkinkan manusia memliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan
manusia mencari nafkah, Allah SWT. Melapangkan bumi serta menyediakan berbagai
fasilitas yang dapat dimanfaatkan manusia untuk mencari rizki. Hal ini
diterangkan dalam Al-Qur’an dalam Al-Mulk ayat 15:
uqèd Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9s (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan
hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
* 4n<Î)ur yqßJrO öNèd%s{r& $[sÎ=»|¹ 4 tA$s% ÉQöqs)»t (#rßç6ôã$# ©!$# $tB /ä3s9 ô`ÏiB >m»s9Î) ¼çnçöxî ( uqèd Nä.r't±Rr& z`ÏiB ÇÚöF{$# óOä.tyJ÷ètGó$#ur $pkÏù çnrãÏÿøótFó$$sù ¢OèO (#þqç/qè? Ïmøs9Î) 4 ¨bÎ) În1u Ò=Ìs% Ò=ÅgC ÇÏÊÈ
“Dan kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh
berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan
selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya,
Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa
hamba-Nya).”
Dari
paparan diatas, dipahami bahwa bisnis Islam merupakan serangkaian aktifitas
bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak membatasi jumlah kepemilikan,
termasuk profit, namun membatasi perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada
aturan halal dan haran).
Pengembangan
bisnis yang memerlukan modal dalam Islam harus berorentasi syari’ah, sebagai
pengendali agar bisnis itu tetap berada dijalur yang benar sesuai ajaran Islam.
Dengan Kendali syari’ah, aktifitas bisnis diharapakan dapat mencapai 4 (empat)
hal utama:
1.
Target
Hasil : Profit Materi dan Benefit Materi
Tujuan
perusahaan tidak mencari profit (qimah madiyah atau nilai materi)
setinggi-tingginya, tetapi juga harus dapat memperoleh dan memberikan benefit
(keuntungan atau manfaat) non materi kepada internal organisasi perusahaan dan
eksternal (lingkungan) seperti suasana persaudaraan, kepedulian social, dan
sebagainya.
Benefit,
yang di maksud tidaklah semata-mata memberikan manfaat kebendaan, tetapi dapat
juga bersifat non-materi. Islam memandang bahwa tujuan sesuatu amal perbuatan
tidak hanya berorientasi pada qimah madiyah karena masih ada tiga orientasi
lainya, yakni qimah insaniyyah, qimah khulukiyyah dan qimah ruhiyyah. Dengan
orientasi qimah insaniyyah berarti pengelolaan usaha juga dapat memberikan
manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, bantuan social, dan
bantuan lainya. Qimah khulukiyyah mengandung pengertian bahwa nilai-nilai
akhlak al-karimah (akhlak mulia) menjadi suatu kepastian yang harus muncul
dalam setiap aktifitas pengelolaan perusahaan, sehingga tercipta hubungan
persaudaraan yang Islami, bukan sekedar hubungan yang fungsiaonal atau
professional. Sementara itu qimah ruhiyyah berarti perbuatan tersebut dimaksudkan
untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2.
Pertumbuhan
artinya Terus Meningkat
Jika
profit materi dan benefit non-materi telah diraih sesuai target, perusahaan
akan mengupayakan pertumbuhan atau
kenaikan terus menerus dari setiap profit dan benefit itu. Hasil perusahaan
akan terus diupayakan agar tumbuh meningkat setiap tahunnya. Upaya pertumbuhan
itu akan dijalankan dalam koridor syari’at. Misalnya, dalam meningkatkan jumlah
produksi seiring dalam perluasan pasar, peningkatan inovasi sehingga bisa mengahasilkan
produk baru dan sebagainya.
3.
Keberlangsungan,
Dalam Kurun Waktu Selama Mungkin
Belum
sempurna orientasi suatu perusahaan bila hanya berhenti pada perencanaan target
hasil dan pertumbuhan. Karena itu, perlu diupayakan terus agar pertumbuhan
target hasil yang telah diraih dapat dijaga keberlangsunganya dalam kurun waktu
yang cukup lama.
4.
Keberkahan
atau Keridhoan Allah
Factor
keberkahan untuk menggapai ridho Allah SWT. Merupakan puncak kebahagiaan hidup
manusia muslim. Bila ini tercapai, menandakan diterimanya dua syarat
diterimanya amal manusia yakni adanya niat iklas dan cara yang sesuai dengan
tuntutan syari’at.
Namun
demikian, Al-Qur’an Melarang mengembangkan harta dengan cara menyengsarakan
masyarakat, dan juga memakan harta manusia dengan tidak sah, sebagai firman-Nya
dalam Al-Baqarah ayat 188 yaitu:
wur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)Ìsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada
harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu
mengetahui.”
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 w tbqä3t P's!rß tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
“Apa saja
harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda)
yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Amat keras hukumannya.”
Diantara
pokok-pokok penting dalam pengembangan harta adalah sebagai berikut:
a. Menghindari
sentralisasi modal.
b. Mengembangkan
yayasan-yayasan kemanusiaan dengan orientasi masyarakat.
c. Menguatkan
ikatan persaudaraan dan kemsyarakatan melalui zakat dan infaq.
Menurut
Islam harta pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Namun karena Allah telah
menyerahkan kekuasaan-Nya atas harta tersebut kepada manusia, maka ia diberi
wewenang untuk memanfaatkan dan mengembangkanya. Sebab, ketika seseorang
memiliki harta, maka esensinya ia memiliki harta tersebut hanya untuk
dikembangkan dan dimanfaatkan. Namun demikian, dalam hal ini terkait dengan
hukum-hukum syara’, dan tidak bebas mengelola secara mutlak. Sama halnya
manusia tidak dapat bebas mengelola zat sebuah barang secara mutlak, meskipun
ia memiliki zatnya. Alasanya, bahwa dia mengelola dalam rangka memanfaatkan
harta tersebut dengan cara yang tidak sah menurut syara’ seperti:
menghambur-hamburkan, maksiat dan sebagainya, maka Negara wajib mengawalnya dan
melarang untuk mengelolanya, dan wajib merampas wewenang yang telah diberika
oleh Negara kepadanya.
Pengembangan
modal supaya jelas, apa yang akan diraih,
yaitu untuk meningkatkan atau memperbanyak jumlah modal dengan berbagai
upaya yang halal, baik melalui produksi atau investasi, baik harta atau aktiva
baik tetap maupun lancar. Semua itu bertujuan agar modal (harta) bisa bertambah
(berkembang) dari yang dimiliki sebelumnya. Contoh aktiva lancar dan tetap yang
digunakan dalam kegiatan produksi seperti pabrik mobil, elektronik dan kegiatan
produksi yang lain. Atau dalam bentuk investasi seperti membeli saham,
obligasi, atau surat berharga lainya.
2.5 Pilihan Investasai Sesuai
Syari’ah
Investasi
yang aman secara duniawi belum tentu aman dari sisi akhiratnya. Maksudnya,
investasi yang sangat menguntungkan sekalipun dan tidak melanggar hokum positif
yang berlaku, belum tentu aman kalau dilihat dari syari’ah islam. Dengan
menyadari perbedaan fiqiyah yang ada dan belajar dari praktek di Negara lain,
pada tulisan ini akan dibahas jenis dan instrument investasi, jenis dan usaha emiten,
jenis transaksi yang dilarang, serta penentuan dan pembagian hasil investasi.
Investasi
hanya dapat dilakukan pada instrument keuangan yang sesuai dengan syari’ah
islam dan tidak mengandung riba. Untuk system perekonomian Indonesia pada saat
ini, berdasarkan UU pasar modal hanya meliputi beberapa hal, yaitu instrument
saham yang sudah melalui penawaran umum dan pembagian dividen didasarkan pada
tingkat laba usaha, penempatan dalam deposito pada bank umum syari’ah, surat
utang jangka panjang, baik berupa obligasi atau surat utang jangka pendek yang
telah lazim di perdagangkan diantara lembaga keuangan syari’ah, yaitu termasuk
jual beli utang (ba’iad-dayn) dengan segala kontroversinya.
Investasi
juga hanya dapat dilakukan pada efek-efek yang diterbitkan oleh pihak (emiten)
yang jenis usahanya tidak bertentangan dengan syari’ah islam adalah usaha
perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang,
usaha keuangan konvensional (Ribawi) termasuk perbankan asuransi konvensional,
usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan
minuman yang tergolong haram, dan usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta
menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat
mundharat.
Sistem
perekonomian Indonesia saat ini pada umumnya merupakan system yang masih netral
terhadap ajaran dan nilai agama. Selain itu dengan mempertimbangkan cakupan jasa perbankan yang diberikan oleh
bank syari’ah masih terbatas, seluru emiten dapat memiliki pendapatan dari penempatan
dananya di bank umum berupa jasa giro ataupun bunga.[5]
Oleh
karena itu, pemilihan emiten yang benar-benar terlepas dari pendapatan tersebut
adalah sagat sulit. Dalam kondisi demikian, hal ini dapat dianggap sebagai
suatu kondisi kedaruratan yang sifatnya sementara sampai adanya system
perekonomian yang telah memasukkan nilai dan ajaran islam. Demikian juga
apabila emiten merupakan perusahaan induk, harus dipertimbangkan juga jenis
kegiatan usaha anak-anak perusahaannya.
Apabila
pendapatan bunga bersih beserta pendapatan non-halal, baik dari emiten atau
anak-anak perusahaannya, terhadap penjualan atau pendapatan seluruhnya di atas
15%, maka jenis kegiatan emiten tidak layak diinvestasikan. Begitu juga,
apabila suatu emiten memiliki penyertaan (saham) lebih dari 50% di perusahaan
yang usahanya bertentangan dengan syari’ah islam.
Selain
memperhatikan emiten, harus diperhatikan pula jenis-jenis transaksi investasi
sebab ada beberapa jenis transaksi yang dilarang. Pemilihan dan pelaksanaan
transaksi investasi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian (prudential management/ihtiyar) serta
tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang didalamnya mengandung unsure gharar. Tindakan yang dimaksud termasuk
melakukan penawaran palsu (najsy), melakukan penjualan atas barang yang belum
dimiliki (short selling), menyebar
luaskan informasi menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk
memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang (insider trading), melakukan penempatan atau investasi pada
perusahaan yang memiliki resiko (Nisbah)
utang yang diatas kelaziman perusahaan pada industry sejenis.
Nisbah
utang terhadap modal digunakan untuk mengetahui bagaimana struktur pembiayaan
suatu emiten, apakah emiten tersebut sangat tergantung dengan pembiayaan dari
utang yang pada intinya merupakan pembiayaan yang mengandung unsure riba.
Nisbah utama terhadap modal merupakan perbandingan antara utang terhadap total
nilai modal termasuk cadangan, laba ditahan, dan utang dari pemegang saham.
Apabila
suatu emiten memiliki nisbah utang terhadap modal lebih dari 81% (utang 45%,
modal 55%), emiten tersebut dianggap bertentangan dengan syari’ah islam. Nisbah
yang diinzinkan akan ditentukan perkembangannya setiap waktu oleh Dewan
Syari’ah Nasional.
Selain
itu, dalam melakukan penempatan atau investasi pada suatu perusahaan, harus
dipertimbangkan juga kondisi manajemen perusahaan tersebut. Bila manajeman
suatu perusahaan diketahui telah bertindak melanggar prinsip yang islami,
resiko atas investasi pada perusahaan tersebut dianggap melebihi batas yang
wajar.
Pada
akhirnya hasil investasi yang diterima akan dibagikan secara proporsional
kepada para pemodal. Hasil investasi yang dibagikan harus bersih dari unsure
non-halal sehingga harus dilakukan pemisahaan bagian pendapatan yang mengandung
unsur non-halal dari pendapatan yang diyakini halal (tafriq al-halal min al-haram).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kode
etik pada pengembangan modal dalam islam seharusnya dijadikan pedoman para
pelaku usaha. Kode etik merupakan aturan yang mengatur tingkah laku dalam suatu
kelompok khusus, sudut pandangnya hanya ditujukan pada hal prinsip dalam bentuk
ketentuan tertulis. Sebaiknya kita mengikuti dan tidak melanggarnya, kalau
melanggar kita akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kode etik.
Modal
sebagai salah satu faktor produksi dapat diartikan sebagai semua bentuk
kekayaan yang dapat dipakai langsung atau tidak langsung dalam proses produksi
untuk menambah out put-nya. Dalam pengertian lain, modal didefinisikan sebagai
semua bentuk kekayaan yang memberikan penghasilan kepada pemiliknya atau suatu
kekayaan yang dapat menghasilkan suatu hasil yang akan digunakan untuk
menghasilkan kekayaan lain.
Pengembangan
modal di dalam bisnis islam merupakan serangkaian aktifitas bisnis yang
membentuk nilai-nilai etika dan jumlah kepemilikan, termasuk profitnya juga
mampu mengupayakan yang halal, baik dari segi produksi maupun investasi. Dalam
pengembangan modal harus menjunjung nilai-nilai keislaman. Pengembangan bisnis
yang memerlukan modal dalam islam harus berorientasi syariah, sebagai
pengendali agar bisnis yang dijalankan sesuai dengan kaidah dan nilai dalam
islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Djakfar. Muhammad,
2007. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Malang: UIN-Malang Press.
Djakfar. Muhammad,
2012. Etika Bisnis Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi.
Jakarta : Penebar Plus.
A. Karim Adiwarman,
2001. Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani.
Www. Google.com Artikel
Perkembangan Modal di Asuransi Syari’ah oleh Eko Prayetno Asuransi
Syari’ah.Wordpress.com
[1] Djakfar
Muhammad, 2007. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Malang: UIN- Malang Press.
Hal: 37-40.
[2] Djakfar
Muhammad, 20112. Etika Bisnis Menangkap spirit ajaran langit dan pesan moral
ajaran bumi. Jakarta: penebar Plus. Hal: 125-126.
[3] Djakfar
Muhammad, 2007. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Malang: UIN- Malang Press.
Hal: 37-40.
[4] Djakfar Muhammad,
2007. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Malang: UIN- Malang Press. Hal:
37-40.