TUGAS
STUDY HADIST
Disusun untuk memenuhi tugas Study Hadist
Dosen pembibing:
Ahmad Mu’iz S.Ag. MA
Oleh:
Nur Halimah (10510094)
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010/2011
1) .Hadist
Secara bahasa :
Secara bahasa :
Ø Al-Jiddah yaitu baru, dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada, atau sesuatu
yang wujud setelah tidak ada.
Ø Ath-Thahari yaitu lunak, lembut dan baru.. dalam artian menurut Ibnu Faris bahwa berita
itu kalam yang dating silih berganti bagaikan perkembangan usia yang silih
berganti.
Ø Khabar yaitu berita, pembicaraan dan perkataan.
Secara istilah :
v Menurut Ahli Hadits
adalah “Segala sesuatu yang diberitakan dar Nabi SAW baik berupa sabda,
perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.”
v Menurut Ahli Ushul
adalah “Segala sesuatu yang dikeluarkan dari Nabi SAW selai al-qur’an, baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang bersangkutan dengan hukum
syara’
Al-hadits didefinisikan oleh pada umumnya ulama –seperti definisi
Al-Sunnah– sebagai “Segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Muhammad saw., baik
ucapan, perbuatan dan taqrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik
sebelum beliau menjadi nabi maupun sesudahnya.” Ulama ushul fiqh, membatasi
pengertian hadis hanya pada “ucapan-ucapan Nabi Muhammad saw.
Sunnah
Secara bahasa adalah “ perjalanan
yang baik maupun tercela “. Dan ada yang mengartikan “jalan dan kebiasaan yang
baik maupun yang tercela “. Makna Sunnah yang lain adalah kontiniu “ ( al-fath
:23 )
Secara istilah pengertian sunnah terdapat perbedaan pendapat :
1. Sunnah menurut Ahli
Hadits adalah perkataan, perbuatan, ketetapan, atau tingkah laku Nabi Muhammad
SAW, baik sebelum menjadi Nabi maupun sesudahnya.
2. Sunnah menurut Ahli
Ushul adalah sabda Nabi Muhammad yang bukan berasal dari al-qur’an, perbuatan
ataupun ketetapan Nabi SAW.
Dari sudut terminologi, para ahli hadist tidak membedakan antara hadist dan
sunnah. Menurut mereka, hadist atau sunnah adalah hal-hal yang bersal dari Nabi
Muhammad SAW. Baik berupa perkataan, perbutan, maupun sifat beliau, sebelum
beliau menjadi Nabi maupun sesudahnya.
Hadist Qudsi
Secara Bahasa berasal dari kata qadusa, taqdusu, qudsan, artinya suci atau
bersih. Jadi, hadist qudsi secara bahasa adalah hadist yang suci.
Secara terminologi, terdapat banyak definisi dengan redaksi yang
berbeda-beda. Akan tetapi, dari semua definisi tersbut, dapat di
tarikkesimpulan bahwa hadist qudsi adalah segala sesuatu yang di beritakan
Allah SWT. Kepada nabi SAW, selain Al-Qur’an, yang redaksinya di susun oleh
Nabi SAW.
مَا أَخْبَرُ اللّهُ
نَبِيّهُ تَا رَةً بِالْوَحْي وَتَارَةً بِاْلاءِلهَام وَتَارَةً بِالْمَنَامِ
مُفَوَّضًا إِلَيْهِ ألتَّعْبيْرُوْ بِأَيِّ عبَارَةٍ شَاءِ
Sesuatu yang di beritakan oleh Allah SW, terkadang melalui wahyu,ilham,
atau mimpi, dengan redaksinya yang di serahkan kepada Nabi SAW.
Khabar
Ø
secara bahasa ialah beritayang di
sampaikan dari seseorang kepada orang lain. Bentuk jamaknya akhbar.
Ø
Secara istilah segala sesuatu yang di
sandarkan pada Nabi (baik secara marfu’, mauqhu’ dan manthu’(
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
قَالَ: مَا أُضِيْفَ إلَى النّبِيِّ صَلَى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْغَيْرِهِ
( هرواه مسلم)
"segala sesuatu yang di sandarkan atau berasal dari Nabi SAW, atau dariyang
sselain Nabi SAW”.
Atsar
Secara bahasa; memiliki pengertian yang sama dengan sunnah, Hadits dan khabar.
Segi bahasa berarti sisa dari sesuatu, yaitu peninggalan atau bekas Nabi karena Hadits itu bekas beliau.
Segi bahasa berarti sisa dari sesuatu, yaitu peninggalan atau bekas Nabi karena Hadits itu bekas beliau.
Secara istilah ada dua pendapat; ada
yang mengatakan bahwa Atsar sama dengan Hadits, maka keduanya adalah sama. Dan
ada yang berpendapat bahwa Atsar berbeda dengan Hadits, yaitu apa yang
disandarkan kepada sahabat dan tabi’in, baik berupa ucapan dan perbuatan
mereka.
Dari pengertian tentang Hadist,
sunnah, khabar, dan atsar sebagaimana di uraikan di atas, menurut ahli jumhur
ulama ahli hadist, dapat di pergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa
hadist di sebut juga sunnah, khabar atau atsar. Begitu pula, sunnah dapat di
sebut dengan hadist, habar, atau atsar. Oleh karena itu, hadist mutawattir
dapat di sebut juga sunnah mutawattiratau khabar mutawattir. Begitu juga,
hadist shahih dapat di sebut dengan sunnah shahih, khabar, dan atsar
shahih.
Rosulullah bersabda :
مَنْ كَدَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
( رواه البخارى)
Barang siapa yang sengaja berdusta atas nama KU, hendaklah ia bersiap-siap
menduduki tempat duduknya di neraka.( H.R.Bukhari)
Hadist Maudhu’
Menurut
sebagian ulama hadis, hadis maudhu’ / hadis palsu adalah hadis
yang dibuat-buat oleh seseorang (pendusta) yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad SAW secara paksa dan dusta baik sengaja maupun tidak disengaja.
Dr.
Nawir Yuslem dalam buku Ulm al-Hadits mengemukakan
pandangan yang berbeda dalam memberikan definisi hadis palsu. Menurutnya dari
kata al-wadh
dalam pembicaraan hadis Nabi Muhammad SAW mengandung dua pengerrtian yaitu:
v
Semata-mata
kebohongan (dusta) yang dilakukan terhadap Nabi Muhammad SAW
v
Aktivitas
yang dilakukan dengan sengaja serta mempunyai dampak yang luas dalam membentuk
kebohongan-kebohongan ke dalam hadis-hadis Nabi Muhammad SAW
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hadis palsu
atau maudhu’
adalah hadis yang bukan bersumber dari Nabi Muhammad SAW akan tetapi merupakan
perkataan atau perbuatan dari seseorang atau pihak tertentu yang dinisbatkan
kepada Nabi Muhammad SAW dengan tujuan tertentu.
2)
. Sejarah Tadwinul Hadits
Pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bi Abdul Azis yakni tahun 99 Hijriyah datanglah
angin segar yang mendukung kelestarian hadits, Maka pada tahun 100 H Khalifah
Umar bin Abdul Azis memerintahkan kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin
Muhammad bin Amer bin Hazm supaya membukukan hadits-hadits Nabi yang terdapat
pada para penghafal.
A.
PENULISAN HADIS
Rasulullah
mengharapkan para sahabatnya untuk menghapalkan AI-Quran dan menuliskannya di
tempat-tempat tertentu, seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, di
batu-batu, dan sebagainya.
Ketika
Rasulullah SAW. wafat, Al-Quran telah dihapalkan dengan sempurna oleh para
sahabat. Selain itu, ayat-ayat suci AI-Quran seluruhnya telah lengkap ditulis,
hanya saja belum terkumpul dalam bentuk sebuah mushaf. Adapun hadis atau sunnah
dalam penulisannya ketika itu kurang memperoleh perhatian seperti halnya
Al-Quran. Penulisan hadis dilakukan oleh beberapa sahabat secara tidak resmi,
karena tidak diperintahkan oleh Rasul sebagaimana ia memerintahkan mereka untuk
menulis AI-Quran. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat memiliki catatan
hadis-hadis Rasulullah SAW. Mereka mencatat sebagian hadis-hadis yang pernah
mereka dengar dari Rasulullah SA W.
Diantara
sahabat-sahabat Rasulullah yang mempunyai catatan-catatan hadis Rasulullah
adalah Abdullah bin Amr bin AS yang menulis, sahifah-sahifah yang dinamai
As-Sadiqah.
B.
PENGHAPALAN HADIS
Para sahabat dalam menerima hadis dari Nabi SAW.
berpegang pada kekuatan hapalannya, yakni menerimanya dengan jalan hapalan,
bukan dengan jalan menulis hadis dalam buku. Sebab itu kebanyakan sahabat
menerima hadis melalui mendengar dengan hati-hati apa yang disabdakan Nabi.
Kemudian terekamlah lafal dan makna itu dalam sanubari mereka. Mereka dapat
melihat langsung apa yang Nabi kerjakan. atau mendengar pula dari orang yang
mendengarnya sendiri dari nabi, karena tidak semua dari mereka pada setiap
waktu dapat mengikuti atau menghadiri majelis Nabi. Kemudian para sahabat
menghapal setiap apa yang diperoleh dari sabda-sabdanya dan berupaya mengingat
apa yang pernah Nabi lakukan, untuk selanjutnya disampaikan kepada orang lain
secara hapalan pula.
Hanya
beberapa orang sahabat saja yang mencatat hadis yang didengarnya dari Nabi SAW.
Di antara sahabat yang paling banyak menghapal/meriwayatkan hadis ialah Abu
Hurairah.
C. PENGHIMPUNAN
HADIS
Pada abad pertama hijrah, yakni masa Rasulullah SAW.,
masa khulafaur Rasyidin dan sebagian besar masa bani umayyah, hingga akhir abad
pertama hijrah, hadis-hadis itu berpindah-pindah dan disampaikan dari mulut ke
mulut Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan hadis berdasarkan
kekuatan hapalannya. Memang hapalan mereka terkenal kuat sehingga mampu
mengeluarkan kembali hadis-hadis yang pernah direkam dalam ingatannya. Ide
penghimpunan hadis Nabi secara tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan oleh
khalifah Umar bin Khattab (w. 23/H/644 M). Namun ide tersebut tidak
dilaksanakan oleh Umar karena beliau khawatir bila umat Islam terganggu
perhatiannya dalam mempelajari Al-Quran.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz
yang dinobatkan akhir abad pertama hijrah, yakni tahun 99 hijrah datanglah
angin segar yang mendukung kelestarian hadis. Umar bin Abdul Azis seorang
khalifah dari Bani Umayyah terkenal adil dan wara’, sehingga beliau dipandang
sebagai khalifah Rasyidin yang kelima.
PEMBAGIAN HADIS DARI SEGI KUALITAS DAN KUANTITAS SANAD
A. Hadist Mutawatir
1. Definisi
Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari at-tawwaatur yang
artinya berurutan. Menurut istilah adalah “hadist yang diriwayatkan oleh perawi
yang banyak pada setiap tingkatan senadnya , menurut akal tidak mungkin para
perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan memalsukan hadist,, dan mereka
bersandarkan dalam meriwayatkan pada sesuatu yang dapat dikeahui dengan indera
seperti pendengarannya dan semacamnya”
Adapun syarat-syarat hadist bias di katakan mutawatir ada 4. Yakni
:
a. Diriwayatkan oleh jumlah yang banyak.
b. Jumlah yang banyak berada pada semua tingkatan (thabaqat) sanan.
c. Menurut kebiasaan tidak mungkin mereka bersekongkol bersepakat
untuk berdusta
d. Sandaran hadist mereka dengan menggunakan panca indera mereka .
Adapun jika sandaran mereka dengan menggunakan akal, maka tidak dapat dikatakan
sebagai hadist mutawatir
2. Pembagian
Hadist mutawatir di bagi jadi 2, yakni :
a. Mutawatir lafhdhi : Mutawatir laftdhy adalah apabila lafadh dan
maknanya mutawatir.
Misalnya hadits :
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
“Barangsiapa
yang sengaja berdusta atas namaku ( Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam )
maka dia akan mendapatkan tempat duduknya dari api neraka”. Hadist ini telah
diriwayatkan lebih dari 70 orang sahabat, dan diantara mereka termasuk 10 orang
yang dijamin masuk surga.
b. Mutawatir ma’nawi : maknanya yang mutawatir sedangkan lafadznya
tudak. Contohnya.
وقال ابو موسى الاشعري دعا النبي صلى الله عليه وسلم ثم رفع يديه
ورايت بياض ابطيه
“Abu
musa al-as’ari berkata : nabi Muhammad saw berdoa, kemudian beliau mengangkat
kedua tangannya hingga aku melihat putih-putih kedua ketiaknya”
Hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. hadits ini
telah diriwayatkan dari nabi sekitar 100 macam hadits tentang mengangkat
tanganketika berdo’a. dan setiap hadits tersebut berbeda kasusnya dari hadits
yang lain. Sedangkan setiap kasus belum mencapai derahat mutawattir. Namun bias
menjadi mutawattir karena adnya beberapa jalan dan persamaan antara hadis-hadis
tersebut.
3. Faidah
Hadis mutawatir ini memiliki faidah ilmu dhoruri. Yakni, suatu
keharusan untuk menerima dan mengamalkannya sesuai dengan yang diberitakan oleh
hadis mutawatir tersebut. Hingga membawa kepada suatu keyakinan yang qat’I
(pasti).
B. Hadis Ahad
1. Definisi
Secara bahasa kata ahad atau wahid jika dilihat dari segi bahasa
berarti satu. Maka khabar ahad atau khabar wahid berarti suatu berita yang
disampaikan oleh satu orang. Sedangkan menurut para ahli hadis ialah
هو ما لا ينتهي الا التواتو
“Yakni hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir”
2. Pembagian
Dari jumlah rawi-rawi dalam thabaqat pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Hadis ahad kemungkinan juga terdiri dari tiga orang atu lebih, dua
orang atau hanya seorang. Para muhadisin memberikan nama-nama bagi hadis ahad
tersebut dengan nama:
a. Hadis Masyhur
1) Definisi
Menurut bahasa adalah “Nampak atau terkenal”. Sedangkan menurut
istilah hadis masyhur adalah ; “Hadis yang diriwayatkan oleh 3 (tiga) perawi
atau lebih pada setiap thabaqat dan melum mencapai derajat hadis mutawatir”.
Hadis masyhur ini ada kalanya berstatus hasan, sahih,dan dhaif.
Sedangkan yang dimaksud hadis shahih, hasan dan dhaif adalah hadis masyhur yang
telah memenuhi ketentuan-ketentuan hadis shahih baik sanad maupun matannya.
2) Macam-macam hadis masyhur
Istilah masyhur disini bukan untuk memberikan sifat-sifat hadis
menurut ketetapan hadis diatas. Namun, kata masyhur disini lebih menekankan
pada ketenaran suatu hadi dikalangan ilmuan tertentu atau masyarakat ramai.
Sehingga dengan demikian ada suatu hadis yang rawi-rawinya kurang dari tiga
orang, atau bahkan ada hadis yang malah tidak bersanad sama sekali. Namun,
tetap bias dikatakan mayhur karena telah memenuhi syarat:
a) Jumlah rawi tiga orang atau lebih
b) Telah tersebar luas dikalangan masyarakat
Melihat dari ketentuan diatas maka hadis masyhur dikelompokkan
menjadi:
a) Masyhur diantara para ahli hadis secara khusus, misalnya hadis;
ان رسو ل الله صاى الله عليه وسلم قنت شهرا بعد الركوع يدعو على رعل
وذكوان
“Bahwasannya Rasulullah SAW membaca do’a qunut selama satu bulan
penuh setelah ruku’ untuk memdo’akan kaum Ri’il dan Zakwan”.
b) Masyhur dikalangan ahli hadis dan ulama serta orang awam,
misalnya;
المسلم من المسلم المسلمون من لسا نه ويده
“seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan
dan tangannya”.
c) Masyhur diantara para ahli fiqh, misalnya;
ابغض الحلا ل عند الله الطلاق
“perebuatan halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq”.
d) Masyhur diantara ulama ushul fiqh, misalnya;
رفع عن امتى الخطا والنسيا وما استكر هوا عليه
“ telah dibebaskan dari umatku kesalahan kesalahan dan kelupaan
dan apa-apa yang dipaksa…..”.
Mayhur dikalangan masyarakat umum, misalnya;
العجلة من الشيطان
“tergesa-gesa adalah sebagian dari perbuatan syaitan”
b. Hadis Ghair Masyhur
Hadis ghair masyhur ini terbagi menjadi;
1) Hadis Aziz
a) Definisi
Menuru istilah hadis aziz yakni: hadis yang peraowinya kurang dari
dua orang dalam setiap thabaqatnya. Penjelasan lebih lanjut tentang definisi
hadis aziz ini, Mahmud at-Thahan menjelaskan “bahwa sekalipun dalam sebagian
thabaqat terdapat perawi tiga atau lebih, hal itu tidak menjadikan masalah
asalkan dari setiap thabaqat terdapat satu thabaqat yang jumlah perawinya hanya
dua orang.
b)
Contoh Hadis Aziz
ما رواه الشيخان من حديث انس والبخاري من حديث ا بى هريراهرضي الله
عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لا يؤمن احدكم حتى أكون أحب اليه من
والده وولده
Rasulullah SAW bersabda “tidaklah berimanseseorang dintara kamu
hingga aku lebih dicintai daripada dirinya, orang tuanya, anak-anaknya, dan
semua umat manusia”.
Dalam hadis ini hadis aziz bisa ada kalanya hadis shahih, hasan dan
dhaif.
2) Hadis Gharib
a) Definisi
Gharib menurut bahasa berarti mufarridan yang berarti menyendiri di
negaranya, sedangkan menurut istilah yakni hadis yang diriwayatkan oleh seorang
rawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya sekiranya tidak ada perawi lain yang
meriwayatkan hadis tersebut. Atau dalam penyendiriannya tersebut dia
menambahkan matan dalam hadis tersebut.
b) Pembagian Hadis Gharib
Jika ditinjau dari penyendirian seorang perawi, maka hadis gharib
ini dibagi menjadi dua macam, yaitu;
(1). Gharib Mutlaq : yakni seorang perawi tersebut menyendiri dalam
meriwayatkan suatu hadis meski dia berada pada thabaah yang pertama.
االو لا لحمة كلحمة النسب لا يباع ولا يوهب
“kekerabatan dengan jalan memerdekakan sama dengan kekerabatan
dengan nasab tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan”.
Hadis ini diterima dari Nabi oleh Ibnu Umar dan dari Ibnu Umar
hanya Ibnu bin Dinar saja yang meriwayatkannya, sedang Ibnu Umar dan Ibnu bin
Dinar adalah seorang tabi’in yang hafidz, kuat ingatannya dan dapat dipercaya.
(2). Gharib Nisbi :
Apabila penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu
seorang rowi, maka hadis yang diriwayatkannya disebut dengan hadis gharib
nisby. Penyendirian rawi mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu dari
seorang rowi, mempunyai beberapa kemungkinan, antara lain:
Antara lain :
(a). tentang sifat keadilan dan kedhobitan seorang rowi
(b). tentang kota dan tempat tinggal rowi
(c). tentang meriwayatkannya dari rowi tertentu
(d). istilah muhadisin yang bersangkutan langsung dengan hadis
gharib
(e). cara-cara untuk menetapkan hadis gharib
Salah satu contoh dari hadis gharib nisbi yakni;
أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن تقرأ بفا تحة الكتاب وما تيسر
منه
“Rasulallah memerintahkan kepada kami agar kami membaca surat al-fatihah
dan surat yang mudah dari al-Qur’an”
3. Seorang
perowi hadist shohih di isyaratkan diantaranya harus dhobit dan ‘adil
Dhabit menurut lughat adalah "orang yang mengetahui dengan
baik apa yang diriwayatkan, selalu berhati-hati, di hafal riwayatnya apabila ia
meriwayatkan dari hafalannya, menjaga dengan sungguh-sungguh kitabnya apabila
ia meriwayatkan dari kitabnya dan mengetahui mana yang bisa membiaskan makna
suatu riwayat dari maksudnya apabila ia meriwayatkan dengan ma'na".
Dhabit menurut istilah adalah, perhatian yang penuh seorang perawi
terhadap apa-apa yang didengarnya ketika ia menerima sebuah riwayat serta
memahami apa yang didengarnya itu hingga ia menyampaikanya kepada orang lain.
Dhabith terbagi dua :
a)
Dhabit Shudur, yakni mampu menghapal dengan baik.
b)
Dhabit Kitab, yakni memelihara kitabnya dengan baik dari apapun
yang dapat mengurangi kualitas sebuah kitab, baik sebatas sisipan atu
sebagiannya.
Ta'rif adil (definisi) :
'Adil menurut lughat, ialah : mardhi, maqbulusy syahada "orang
yang diterima kesaksiannya". Mengenai istilah, para ulama mempunyai
beberapa pendapat diantaranya : "orang yang adil itu, ialah : orang yang
berkumpul padanya beberapa ketentuan ini".
Ø Islam
Ø Taklif (sudah
mukallaf)
Ø Menjaga dari
sebab-sebab kefasekan dan merusak muru'ah.
Dengan kata lain, 'adil adalah suatu sifat yang tersimpan dan
terhujam pada diri seseorang yang menyebakan orang yang mempunyai 'adallah itu
tetap taqwa dan memelihara muru'ah yang menyebabkan timbul kepercayaan kita
kepadanya dan haruslah dia menjauhkan diri dari dosa-dosa besar.Dalam masalah
riwayat, tidak diharuskan orang itu laki-laki dan merdeka, oleh sebab itu,
riwayat wanita dan budak pun sah untuk diterima. Namun, konteks adil dalam
periwayatan, berbeda halnya dengan orang 'adil dalam persaksian (syahadah).
4.
A. Yang meriwayatkan hadist
tersebut adalah H.R.At-Tirmidzi
B. Kualitas
dari hadist tersebut segala sesuatu yang datang dari Allah itu perlu kita
shadaqah kan terutama harta, tergantung pada perolehan harta tersebut.
5.
A. yang terakhir meriwayatkan hadist tersebut adalah H.R.Al-Dharami
B. secara
etimologis Matan berarti segala sesuatu yang sangat keras bagian atasnya, punggung
jalan (muka jalan), tanah kersa yang tinggi. Matan kitab adalah yang bersifat
komentar dan bukan tambahan-tambahan. Bentuk jamaknya adalah ‘mutun’ (مُتُوْنٌ)
dan ‘mitan’ ( مِتَانٌ
).
Adapun
yang di maksud matan dalam ilmu hadist adalah,
مَا إِنْتَهَى إِلَيْهِ السَّنَدُ مِنَ الْكَلاَمِ فَهُوَ نَفْسُ
الْحَدِيْثِ الَّذِى ذُكِرَ الْإِسْنَادُ لَهٌ
Perkataan
yang di sebut pada akhir sanad, yakni sabda nabi SAW. Yang di sebut sesudah
habis di sebutkan sanadnya. Dengan kata lain matan adalah redaksi hadist.
6.
A. Sanad Hadis Sanad atau thariq ialah jalan yg dapat
menghubungkan matnul hadits kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. Misalnya seperti kata Al-Bukhari
Telah memberitakan kepadaku Muhammad bin Al-Mutsanna ujarnya ‘Abdul Wahhab
ats-Tsaqafi telah mengabarkan kepadaku ujarnya ‘Telah bercerita kepadaku Ayyub
atas pemberitaan Abi Qilabah dari Anas dari Nabi Muhammad saw.
sabdanya ‘Tiga perkara yg barang siapa mengamalkannya niscaya
memperoleh kelezatan iman. Yakni Allah dan rasul-Nya hendaklah lbh dicintai
daripada selainnya. Kecintaannya kepada seseorang tidak lain krn Allah
semata-mata dan keengganannya kembali kepada kekufuran seperti keengganannya
dicampakkan ke neraka’.
Maka matnul hadits stalasun sampai dgn an yuqdzafa finnar diterima
oleh Al-Bukhari melalui sanad pertama sanad kedua sanad ketiga sanad keempat
dan seterusnya sampai sanad yg terakhir Anas r.a. seorang sahabat yg langsung
menerima sendiri dari Nabi Muhammad saw.
Dalam hal ini juga dapat dikatakan bahwa sabda Nabi tersebut
disampaikan oleh sahabat Anas r.a. sebagai rawi pertama kepada Abu Qilabah.
Kemudian Abu Qilabah sebagai rawi kedua menyampaikan kepada Ats-Tsaqafi dan
Ats-Tsaqafi sebagai rawi ketiga menyampaikan kepada Muhammad Ibnul Mutsanna hingga sampai kepada
Al-Bukhari sebagai rawi terakhir. Dengan demikian Al-Bukhari itu menjadi sanad
pertama dan rawi terakhir bagi kita.
Dalam bidang ilmu hadits sanad itu merupakan neraca utk menimbang
sahih atau tidaknya suatu hadis. Andaikata salah seorang dalam sanad-sanad itu
ada yg fasik atau yg tertuduh dusta maka daiflah hadis itu hingga tidak dapat
dijadikan hujah utk menetapkan suatu hukum Matan Hadis Yang disebut dgn matnul
hadits ialah pembicaraan atau materi berita yg diover oleh sanad yg terakhir
baik pembicaraan itu sabda Rasulullah saw. sahabat ataupun tabi’in; baik isi
pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi maupun perbuatan sahabat yg tidak
disanggah oleh Nabi.
Misalnya perkataan sahabat Anas bin Malik r.a. Kami bersalat
bersama-sama Rasulullah saw. pada waktu udara sangat panas. Apabila salah
seorang dari kami tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah maka ia
bentangkan pakaiannya lantas sujud di atasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar